BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tepung merupakan bahan
pangan yang pada umumnya berasal dari gandum maupun beras. Seperti kita
ketahui, Indonesia sampai saat ini masih mengimpor bahan pangan seperti gandum
untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri, begitu juga beras meskipun jumlah
impornya tidak setinggi gandum. Impor gandum diperkirakan akan membengkak 100%
selama 10 tahun mendatang. Saat ini jumlah impor gandum per tahunnya mencapai 5
juta ton gandum, artinya akan ada potensi impor gandum 10 juta ton. Konsumsi
gandum ini terus meningkat, peningkatan konsumsi perkapitanya menanjak
signifikan setiap tahunnya. Jika pada tahun 2003 baru mencapai 19,8 gram
perkapita, lalu ditahun 2006 naik 22,6 gram per kapita, selanjutnya ditahun
2008 sudah menjadi 38 per kapita (Kompas,
Juni 2009). Peningkatan konsumsi tepung terigu juga meningkatkan impor biji
gandum yang merupakan bahan baku pembuatan tepung terigu itu sendiri. (Wiwik
Suhartiningsih, 2005).
Sebagai negara agraris
Indonesia sebenarnya mempunyai banyak potensi sumber pangan yang dapat dimanfaatkan
selain beras dan gandum. Hal ini bisa dimulai dengan merancang ketahanan pangan
berbasis pangan lokal non-beras dan gandum, terutama dalam hal pembuatan
tepung, diperlukan suatu alternatif bahan baku pembuatan tepung yang
memanfaatkan bahan pangan lokal. Salah satunya adalah tepung dari biji alpukat.
Biji alpukat sampai
saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang hanya dapat memyebabkan pencemaran
lingkungan. Padahal di dalam biji alpukat mengandung zat pati yang cukup
tinggi, yakni sekitar 23%. Hal ini memungkinkan biji alpukat sebagai salah satu
sumber pati alternatif.
Biji
alpukat yang diolah menjadi pati, selain bermanfaat mengurangi pencemaran
lingkungan, juga dapat menciptakan peluang usaha baru. Hasil olahan pati biji
alpukat mempunyai nilai jual tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan makanan, seperti dodol, kerupuk, snack,
biskuit dan sebagainya (Winarti dan Purnomo, 2006).
Biji
alpukat merupakan biji buah yang tergolong besar, terdiri dari dua keping (cotyledon), dan dilapisi oleh kulit biji
yang tipis. Biji tersusun oleh jaringan
parenchyma yang mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai bahan
cadangan makanan (kalie, 1997).
Pati merupakan penyusun
utama cadangan makanan tumbuh-tumbuhan. Pati adalah polimer D-glukosa dan
ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuhan. Pati terdapat sebagai
butiran kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk setiap spesies
tumbuhan. Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan, senyawa rantai lurus,
amilosa, dan komponen yang bercabang, amilopektin (deMan, 1997). Komposisi
kimia dan sifat-sifat dari pati biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 1.
Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan biji alpukat adalah dengan
mengekstrak pati dari dalam biji alpukat. Masalah utama dalam mengekstraksi
pati biji alpukat adalah apabila biji alpukat dihancurkan begitu saja, maka
akan menghasilkan pati biji alpukat dengan warna kecokelatan. Untuk
menghasilkan pati dengan warna putih, maka diperlukan perlakuan khusus ketika
mengolahnya, seperti dengan cara perendaman di dalam larutan natrium
metabisulfit (Na2S2O5) agar pati yang
dihasilkan bermutu baik.
Sulfit
digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit dan
metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak
terdiosiasi dan terutama terbentuk pada pH dibawah 3. Selain sebagai pengawet,
sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat
melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna kecoklatan. Sulfur dioksida juga
dapat berfungsi sebagai antioksidan (Syarief dan Irawati,1998).
Salah
satu cara untuk mengawetkan produk adalah dengan mengeringkannya. Produk
seperti ini mempunyai prospek pasar yang cukup baik. Kuantitas atau rendemen
produk kering dinilai atas dasar kebersihan, kandungan air dan kandungan
kimiawi bahan (Syahfriandi, 2003).
Tujuan
pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan terhambatnya kebusukan
atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan
mempunyai waktu simpan yang lebih lama (Adawyah,2007).
1.1.Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas dapat diungkap beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah
kualitas pati yang dihasilkan tanpa menggunakan Na2S2O5
pada saat proses perendaman?
2. Bagaimanakah
kualitas pati yang dihasilkan dengan menggunakan Na2S2O5
pada saat proses perendaman?
3. Apakah
pati yang melalui proses pengeringan jauh lebih tahan lama dibandingkan yang
tidak melalui proses pengeringan?
4. Apakah
pati biji alpukat yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
makanan?
5. Bagaimanakah
kualitas tepung yang berasal dari biji alpukat dibandingkan dengan tepung
terigu pada umumnya?
1.2.Hipotesa
Berdasarkan
rumusan masalah diatas hipotesa yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :
1. Pati
yang dihasilkan tanpa menggunakan Na2S2O5 pada
saat proses perendaman memiliki kualitas yang kurang.
2. Pati
yang dihasilkan dengan menggunakan Na2S2O5
pada saat proses perendaman memiliki kualitas yang baik.
3. Pati
yang melalui proses pengeringan jauh lebih tahan lama dibandingkan yang tidak
melalui proses pengeringan.
4. Pati
biji alpukat yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan makanan.
5. Tepung
yang berasal dari biji alpukat memiliki kualitas yang sama dibandingkan dengan
tepung terigu pada umumnya.
1.3.Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas dapat diperoleh beberapa tujuan penelitian yaitu :
1. Untuk
mengetahui kualitas pati yang dihasilkan tanpa menggunakan Na2S2O5
pada saat proses perendaman.
2. Untuk
mengetahui kualitas pati yang dihasilkan dengan menggunakan Na2S2O5
pada saat proses perendaman.
3. Untuk
mengetahui manakah yang lebih tahan lama antara pati yang melalui proses
pengeringan dibandingkan yang tidak melalui proses pengeringan.
4. Untuk
mengetahui apakah pati biji alpukat yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
bahan pembuatan makanan.
5. Untuk
mengetahui kualitas tepung yang berasal dari pati biji alpukat dibandingkan
dengan tepung terigu pada umumnya.
1.5
Manfaat Penelitian
1. Memberi
informasi kepada masyarakat tentang kualitas pati yang dihasilkan tanpa
menggunakan Na2S2O5 pada saat proses
perendaman.
2. Memberi
informasi kepada masyarakat tentang kualitas pati yang dihasilkan dengan menggunakan
Na2S2O5 pada saat proses perendaman.
3. Memberi
informasi kepada masyarakat tentang antara pati yang melalui proses pengeringan
dengan yang tidak melalui proses pengeringan.
4. Memberi
informasi kepada masyarakat tentang bagaimana pati biji alpukat yang dihasilkan
dapat digunakan sebagai bahan pembuatan makanan.
5. Memberi
informasi kepada masyarakat tentang kualitas tepung yang berasal dari pati biji
alpukat dibandingkan dengan tepung terigu pada umumnya.
1.6
Cara Memperoleh Data
Data diperoleh melalui
kegiatan browsing di internet dan
percobaan langsung terhadap biji buah alpukat lonjong dengan cara mengambil
patinya.
1.7
Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh
dianalisis secara diskriptif komparatif untuk melihat sejauh mana kualitas pati
yang dihasilkan tanpa menggunakan Na2S2O5 pada
saat proses perendaman, kualitas pati yang dihasilkan dengan menggunakan Na2S2O5
pada saat proses perendaman, manakah yang lebih tahan lama antara pati yang
melalui proses pengeringan dibandingkan yang tidak melalui proses pengeringan, apakah
pati biji alpukat yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
makanan, dan kualitas tepung yang berasal dari pati biji alpukat dibandingkan
dengan tepung terigu pada umumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Alpukat
Kedudukan tanaman alpukat dalam
sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatohyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Jenis : Persea americana Mill (Dasuki,1991).
2.1.1
Morfologi Tumbuhan Alpukat
Tanaman alpukat termasuk jenis
pohon kecil dengan tinggi 3 sampai 10 meter, berakar tunggang, batang berkayu,
bulat, warnanya coklat kotor, banyak bercabang, dan ranting berambut halus.
Daun pada tanaman alpukat ini berbentuk tunggal dengan tangkai yang panjangnya
1,5-5 cm, kotor, letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai
bundar telur memanjang, tebal seperti kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi
rata kadang-kadang agak menggulung ke atas, bertulang menyirip, panjang 10-20
cm, lebar 3-10 cm. Daun muda pada tanaman alpukat mempunyai warna kemerahan dan
berambut rapat, sedangkan daun tua warnanya hijau dan gundul (Angelina, 2007).
Bunga pada tanaman
alpukat merupakan bunga majemuk, berkelamin dua, tersusun dalam malai yang
keluar dekat ujung ranting, warnanya kuning kehijauan. Buah pada tanaman
alpukat ini termasuk golongan buah buni, berbentuk bola atau bulat telur,
mempunyai panjang 5-20 cm, warnanya hijau atau hijau kekuningan,
berbintik-bintik ungu atau ungu sarna sekali berbiji satu, daging buah jika
sudah masak lunak, warnanya hijau, kekuningan. Biji pada tanaman alpukat
berbentuk bulat seperti bola, mempunyai diameter 2,5-5 cm dengan keping biji
putih kemerahan. Buah alpukat yang masak daging buahnya lunak, berlemak,
biasanya dimakan sebagai es campur atau dibuat juice. Minyak pada buah alpukat
ini dapat digunakan antara lain untuk keperluan kosmetik (Angelina, 2007).
2.1.2 Buah
Alpukat
Gambar 1. Buah
Alpukat (Anonymous
A, 2008)
Alpukat adalah tanaman diploid (2n=12),
berbiji tunggal yang besar sekali. Kulit luar agak tebal, kulit tengah tebal
berdaging lunak, dengan lapisan kulit dalam tipis berbatasan dengan kulit biji.
Berat buah rata- rata antara 200- 400 gram, tetapi kadang- kadang ada yang
mencapai 600- 700 gram, tergantung pada varietasnya. Jumlah buah tiap tahunnya
± 200 buah/ pohon (AAK, 1987). Buah alpukat termasuk buah buni, berbentuk bola
atau buah peer, panjang 5 – 20 cm, berbiji 1, tanpa sisa bunga yang tinggal,
berwarna hijau atau hijau kuning, keungu- unguan atau berbintik- bintik,
gundul. Biji pada buah alpukat ini berbentuk bola dengan garis tengah 2,5 – 5
cm (Steenis, 2003).
Tanda- tanda kematangan optimal pada
alpukat, yaitu: bila buah digoyang-goyang dapat berbunyi, karena bijinya
terlepas dari daging buah dan rongga buah melebar. Buah yang sudah masak dan
dipetik perlu disimpan selama beberapa hari lagi agar dapat dimakan dagingnya.
Waktu berbuah secara lebat adalah pada bulan Desember sampai Februari, dan
berbuah biasa antara bulan Mei- Juni (Rismunandar, 1983).
Pohon alpukat yang berukuran besar mampu
menghasilkan jutaan bunga dalam semusim. Bunga tersebut muncul diujung tunas.
Bunga betinanya tunggal, dengan tangkai sari panjang dan diakhiri dengan kepala
sari yang membesar. Benang sarinya sebanyak 9, yang tumbuh dari 2 lingkaran
tempat kedudukan. Lingkaran tempat kedudukan sebelah dalam (inner stamen)
mempunyai 3 benang sari sedangkan yang luar (outer stamen) mempunyai 6
(Ashari, 2004).
Bunga alpukat bersifat sempurna (hermaprodit),
tetapi sifat pembungaannya dichogamy, artinya tiap bunga mekar 2 kali
berselang, menutup antara 2 mekar dalam waktu berbeda. Pada hari mekar pertama,
bunga betina yang berfungsi sedangkan pada hari mekar berikutnya bunga jantan
yang berfungsi. Berdasarkan sifat pembungaannya, tanaman alpukat dibedakan
menjadi 2 tipe. Tipe A: bunga betina mekar pada pagi hari sedangkan bunga
jantan mekar pada sore hari pada hari berikutnya. Tipe B: bunga betina mekar
pada sore hari dan bunga jantan mekar pada pagi hari berikutnya (Ashari, 2004).
Pertumbuhan individu bunga alpukat
mempunyai dua tahap. Tahap I adalah membukanya bunga betina dengan kepala putik
yang reseptif (siang diserbuki oleh bunga jantan). Pada tahap tersebut,
penyerbukan dan pembuahan dapat berlangsung. Selanjutnya bunga tersebut menutup
kembali sesudah tahap I dan membuka pada tahap II, yaitu penyebaran tepung sari
(Ashari, 2004).
2.1.3 Biji
Alpukat
Komponen
|
Jumlah (%)
|
Komponen
|
Jumlah (%)
|
Kadar air
|
10,2
|
Lemak
|
tn
|
Kadar pati
|
80,1
|
Serat kasar
|
1,21
|
*Amilosa
|
43,3
|
Rendemen pati
|
21,3
|
*Amilopektin
|
37,7
|
Kehalusan granula
|
halus
|
Protein
|
tn
|
Warna
|
putih coklat
|
Tabel
1. Komposisi kimia dan sifat-sifat pati biji alpukat
Sumber: Winarti dan
Purnomo, (2006).
*Amilosa + amilopektin
= pati ; tn = tidak dianalisa
Biji merupakan bagian yang berkembang
dari ovule (bakal biji) dan mempunyai
peran sebagai komponen regenerasi pada tanaman. Biji dapat terlindung oleh organ lain (buah pada Angiospermae atau Magnoliophyta)
atau tidak (pada Gymnospermae).
Biji merupakan salah satu sumber pangan untuk manusia dan hewan. Selain itu, biji juga dapat memberi kegunaan
lain seperti: obat-obatan, fiber (kapas),
komponen dalam minuman (kopi dan coklat), dan sumber minyak untuk industri (Esau,1977). Keberadaan tanaman
penghasil biji banyak terdapat di
Indonesia, tetapi pemanfaatannya kurang, contohnya pemanfaatan buah-buahan yang sering menjadikan biji buah-bahan
tersebut hanya menjadi limbah
buangan.
Menurut penelitian, biji buah alpukat
mengandung alkaloid, tanin, triterpen dan kuinon. Kandungan kimia buah dan daun
alpukat adalah saponin, alkaloid dan flavonoid. Buah juga mengandung tanin
sedangkan daun mengandung polifenol, kuersetin dan gula alkohol persiit.
Khasiat lain tumbuhan ini diantaranya untuk mengobati sariawan, sebagai
pelembab, kencing batu, darah tinggi, nyeri syaraf, nyeri lambung, saluran
nafas membengkak, menstruasi tidak teratur dan sakit gigi (Nurrasid, 1999;
Wijayakusuma, 1998).
2.2 Pati
Pati atau amilum adalah karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak
berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang
(Kimball, 1983).
Pati adalah suatu polisakarida yang
mengandung amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida berantai
lurus bagian dari butir-butir pati yang terdiri atas molekul-molekul glukosa
yang terikat satu sama lain melalui ikatan α-1,4-glikosidik. Amilosa merupakan
bagian dari pati yang larut dalam air, yang mempunyai berat molekul antara
50.000-200.000, dan bila ditambah dengan iodium akan memberikan warna biru.
Amilopektin merupakan polisakarida
bercabang bagian dari pati, terdiri atas molekul-molekul glukosa yang terikat
satu sama lain melalui ikatan 1,4-glikosidik dengan percabangan melalui ikatan
1,6-glikosidik pada setiap 20-25 unit molekul glukosa. Amilopektin merupakan
bagian dari pati yang tidak larut dalam air dan mempunyai berat molekul antara
70.000 sampai satu juta. Amilopektin dengan iodium memberikan warna ungu hingga
merah (Lehninger, 1988).
2.3 Manfaat Tepung Biji Alpukat
Di Indonesia, belum ada data yang jelas
mengenai jumlah penduduk yang mengidap penyakit diabetes melitus, namun telah
diteliti bahwa frekuensi penderita penyakit diabetes melitus berkisar antara
1,2-2,3% dari jumlah penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Angka ini
cenderung bertambah terus seiring dengan pertumbuhan ekonomi (Sulastri, 1999).
Diabetes melitus adalah istilah
kedokteran untuk sebutan penyakit yang di Indonesia dikenal dengan nama
penyakit gula atau kencing manis. Penyakit ini merupakan sekumpulan gejala yang
timbul pada seseorang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi normal
(hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua lapisan umur dan bersifat menahun atau
kronik. Masalahnya, lebih dari 50% penderita tidak menyadari bahwa ia mengidap
penyakit tersebut dan tidak berobat ke dokter sehingga dapat menimbulkan
berbagai komplikasi kronik yang dapat berakibat fatal (Dalimartha, 1999;
Mutschler, 1999; Sulastri, 1999).
2.4 Natrium
metabisulfit (Na2S2O5)
Natrium metabisulfit merupakan bahan
tambahan yang sering digunakan dalam pengolahan pangan yang berfungsi sebagai
pemutih bahan pangan digunakan untuk mencegah kerusakan karena reaksi browning
yang enzimatis serta bekerja sebagai zat antioksidan (Winarno, 1993).
Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses
pencoklatan serta untuk mempertahankan warna bahan agar tetap menarik.
Penggunaannya maksimum 2000-3000 ppm (Margono, Suryati dan Hartinah, 1993).
Keragaan Natrium metabisulfit berupa
kristal atau bubuk putih dan berbau SO2, secara bebas dapat larut
dalam air dan gliseral, sedikit dapat larut dalam alkohol, dan larutannya yang
biasanya digunakan adalah bersifat asam (Windhloz, 1976).
Metabisulfit dibentuk dari pemanasan
bisulfit, dan keduanya sangat berhubungan erat. Jika dua molekul Natrium
bisufit terdehrasi maka terbentuk Natrium metabisulfit (Standen, 1969). Tanner
dan Chichester (1968) dalam Furia (1983), menyatakan bahwa metabisulfit lebih
stabil daripada bisulfit, dalam penggunaannya konsentrasi metabisulfit tidak
dibatasi.
MGM National Harbor - MapyRO
BalasHapusMGM National Harbor is an MGM Resorts International casino and hotel located in 서귀포 출장마사지 Uncasville, 구미 출장마사지 Connecticut. 천안 출장마사지 The 익산 출장안마 MGM National Harbor complex is located 공주 출장샵 on Rating: 3 · 9 votes